Aman kah Roh2 penguasa dan pemimpin M’sia terdahulu yang terjebak dengan perniagaan JUDI dan ARAK sehingga di warisi zuriat terkemudian ?.
"Apabila mati anak Adam, putuslah semua amalannya kecuali tiga perkara: Sedekah jariah, ilmu yang dimanfaatkan atau anak soleh yang mendoakannya."
(H/R Bukhari, Tirmidzi dan an-Nasaii)
Hadist di atas menerangkan doa dari anak yang soleh untuk ibu bapanya, namun permohonan doa kaum muslimin yang masih hidup untuk mereka yang sudah mati juga diharuskan. Oleh karena itu, Nabi Muhammad Sallallahu 'Alaihi Wa Sallam menyebutkan bahwa anak yang soleh sebagai penyambung amal jariah setelah kematian orang tuanya sebab doa dari anak yang soleh tidak terputus karena anak termasuk hasil usaha seseorang semasa di dunia.
Dalam hadis-hadis berikut, Rasulullah saw menyebutbeberapa jenis amal jariah yang berkait langsung dengan kepentingan masyarakat. Baginda bersabda yang bermaksud:
“Sesungguhnya amal soleh yang akan menyusul seorang mukmin setelah dia meninggal dunia kelak ialah ilmu yang dia ajarkan dan sebarkan, anak soleh yang dia tinggalkan, mushaf Al-Quran yang dia wariskan, masjid yang dia bangun, rumah tempat singgah musafir yang dia dirikan, air sungai (irigasi) yang dia alirkan, dan sedekah yang dia keluarkan di kala sihat dan masih hidup. Semua ini akan menyusul dirinya ketika dia meninggal dunia kelak.” (Riwayat Ibnu Majah dan Baihaqi)
Kekuasaan adalah amanah
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah swt dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepada kamu, sedangkan kamu mengetahui.” (Al-Anfal: 27)
Kekuasaan merupakan amanah, kerana itu ia harus ditunaikan dengan baik. Jika tidak, maka boleh dianggap sebagai satu pengkhianatan. Sedangkan khianat merupakan salah satu cirri orang munafik. Dalam Islam, kekuasaan bukanlah suatu kemewahan melainkan beban berat yang harus dipikul. Dan tidak sembarang orang mampu untuk memikulnya. Jadi, tidak wajar kiranya apabila kekuasaan itu menjadi barang rebutan.
Kalau kita membaca sejarah kehidupan orang-orang terdahulu, dari kalangan para sahabat dan orang-orang sesudah mereka dari kalangan para ulama, mereka sangat menjauhi pintu penguasa. Sebab, mereka tahu betul risiko yang akan diterima apabila tidak boleh menjalankan amanah kekuasaan dengan baik. Iaitu, diharamkannya syurga bagi orang-orang yang khianat dalam menjalankan kekuasaan yang diberikan kepadanya.
Dalam riwayat Muslim juga disebutkan daripada Ma’qil bin Yasar, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah s.a.w bersabda, ‘Tidaklah seorang pemimpin menangani urusan orang-orang Muslim, kemudian dia tidak berusaha bagi kepentingan mereka dan tidak pula memberi nasihat melainkan dia tidak masuk syurga bersama mereka’.”
Pernah suatu hari Abu Dzar r.a berkata kepada Rasulullah s.a.w, “Wahai Rasulullah saw, tidakkah engkau mengangkatku menjadi penguasa?” kemudian Rasulullah s.a.w memukulkan tangannya ke pundak Abu Dzar dan berkata, “Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau ini lemah. Dan, sesungguhnya kekuasaan itu pada hari kiamat kelak adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali orang yang berhak mendapatkannya dan mampu melaksanakan kewajipannya.” (Riwayat Muslim)
Rasulullah s.a.w pun sangat membenci orang yang meminta-minta kekuasaan dan sangat bernafsu terhadapnya. Abu Musa r.a berkata, “Aku masuk kepada Rasulullah bersama dua orang dari suku bapa saudarakuku. Kemudian berkata salah seorang dari mereka, ‘Wahai Rasulullah s.a.w. jadikanlah aku penguasa atas sebahagian apa-apa yang Allah s.w.t telah berikan kepadamu’. Kemudian laki-laki yang lain berkata seperti itu juga.
Rasulullah s.a.w pun bersabda, “Sesungguhnya kita, demi Allah swt tidak akan memberikan pekerjaan ini kepada seorang pun yang memintanya dan tidak juga kepada orang yang sangat menginginkannya.” (Muttafaq ‘Alaih)
Kerana itu, hendaknya kita mengukur kemampuan diri kita. Apabila kita tidak mampu untuk memikul satu amanah, lebih baik kita menyerahkan urusan itu kepada orang lain yang lebih mampu.
0 comments:
Post a Comment